Thursday, September 29, 2016

Wednesday - Critical Eleven

RABU, 28 SEPTEMBER 2016

Sudah menjadi niatan sejak awal bahwa hari ini akan ku dedikasikan untuk setting komputer di pendaftaran yang akan kembali aktif per 1 Oktober 2016.

Ngga butuh waktu lama sebenarnya untuk setting komputernya, yang lama adalah setting printer dan lain-lainnya. Karena semua terkendala akan terbatasnya terminal listrik di tempat pendaftaran. Aku harus menunggu bagian sarana prasarana menyiapkan terminal listrik.

Selagi menunggu, aku menyentuh kerjaan lainnya terkait permintaan unit rekam medis terhadap print out label pasien. “Hurufnya kalau sebesar ini apa sudah cukup ?” tanyaku kepada kepala unit rekam medis.

Simple. Cuma perbesar huruf kok. Dan permintaan ini sudah diajukan sejak minggu lalu, tapi baru ku tindaklanjuti hari ini. Saking ngga sempetnya ya ? Haha tapi itu faktanya.

Karena terminal listrik belum kelar, maka ku beralih ke kerjaan lainnya. Mengganti ribbon untuk printer dot matrix di farmasi penjualan, lalu mendengar cerita tenaga farmasi dalam proses pelayanan saat menggunakan SIMRS tentunya, dan memastikan pergantian ribbon yang ku lakukan benar dan tidak menimbulkan masalah saat digunakan melayani penjualan. Dan tak lama aku kembali ke ruanganku, membuat laporan terkait printer.

Setelah selesai, aku kembali ke tempat pendaftaran. dan yeay! sudah siap terminal listriknya. Dan segeralah aku berjibaku dengan setting sana setting sini.

Tak terasa, sudah hampir maghrib dan aku mulai merasa lelah. Tidak seperti biasanya. Karena aku sering sekali pulang sekitar pukul 19. Entahlah, kadang begitu nyaman berada di tempat kerja ini. Atau karena kerjaan yang tiada pernah berhenti akhirnya aku 'terpaksa' menambah jam kerjaku dengan sukarela (?).

Dan setelah lapor ke Bos Besar, aku langsung berkemas dan pulang. Dan benar-benar .. lapar ini jelas terasa. Ku putuskan malam ini aku makan sate saja. Ambil praktisnya. Cepat. Karena di dekat kosku ada penjual sate yang sudah standby setelah waktu maghrib.

Setelah kenyang, saatnya meluruskan punggungku di atas tempat tidur. Tapi mata ini masih terjaga dan mulai melirik buku Critical Eleven. Kemarin aku sampai bab 16. Dan rasanya aku ingin segera menyelesaikan buku ini untuk tahu bagaimana penulis mengakhiri kisah di bukunya ini.

Ketawa, nangis, ketawa, takjub, nangis, nangis, nangis.

Serius buku ini berhasil bikin aku nangis bolak-balik. Mungkin ini didukung oleh perasaanku yang lagi sensitif *halah alasan.

Jam 2.00 pagi, aku pun berhasil menyelesaikan buku ini. 31 bab. Jujur aku masih ingin ada kelanjutan ceritanya. Seengganya sampai percakapan Tanya ngasih tau ke Ale soal dia yang hamil lagi. Hihi tapi menurutku emang lebih bagus yang sekarang sih. Hanya menggambarkan situasi saat itu dengan kata-kata sederhana. Sehingga pembaca diberi kebebasan berimajinasi bagaimana ekspresi Ale ketika tahu Tanya hamil lagi, setelah sekian lama mereka berjuang bertahan dalam situasi rumah tangga mereka yang tidak harmonis.

Aku pun masih melanjutkan membaca tulisan penulis tentang travelling. Dan ucapan terima kasih yang ingin disampaikannya pun juga aku baca. Dan aku terhenti pada suatu nama yang entah kenapa aku merasa mengenal sosok yang disebutkannya telah membantu dalam penulisan buku Critical Eleven.

dr. Dhini Budiono, SpOG. Yeah! Looks like my director. Walau nama direkturku bukanlah persis seperti apa yang dituliskan penulis. Namun panggilan direkturku adalah nama depan yang disebutkan penulis. Sedangkan nama belakang yang ditulis penulis adalah nama suami beliau.

Saking penasaran akan perasaan yang kuat ini, aku googling. Mulai dengan kata kunci 'dhini budiono spog', 'dhini budiono', 'dhini spog' dan hasilnya nihil. Tidak ada dokter kandungan yang memiliki nama tersebut. Semakin yakin diri ini bahwa yang dimaksud penulis adalah direkturku.

Aku pun berencana membawa buku Critical Eleven ini ke tempat kerja, dan bertanya ke direkturku langsung. Dan sekarang, waktunya tidur.

----- UPDATE -----
Benar saja! Sang Direktur mengamini apa yang aku lontarkan. Beliau menjelaskan bahwa beliau suka mengkritisi novel-novel yang sering menggunakan latar medis atau kedokteran yang hanya sebatas kulitnya saja. Dan kebetulisan penulis buku Critial Eleven ini adalah teman dari anak beliau. Beliau menjelaskan bahwa Ika Natassa bertanya perihal kandungan dan tentang 'Apakah keguguran harus menjalani operasi untuk mengeluarkan bayinya?' Yayaya, untuk mempertajam cerita penulis yang baik memang haruslah melakukan riset sungguhan.

0 komentar :

Post a Comment

 
;