Saturday, February 18, 2012

Masa Balai Pustaka (Periode 1920)

Ciri-ciri umum
  • Umumnya masih belum terlepas dari sifat kesusastraan Melayu lama
  • Inti cerita tentang pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda. Kaum tua memertahankan adat lama, sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan menurut paham kehidupan modern
  • Bersufat didaktik. Sifat ini berpengaruh sekali pada gaya penceritaan dan struktur penceritaannya. Semuanya ditunjukkan kepada pembaca untuk memberi nasihat
  • Bersifat kedaerahan. Latar cerita pada umumnya latar daerah, pedesaan, dan kehidupan daerah
  • Gaya bahasanya mempergunakan perumpamaan klise, pepatah-pepatah, dan peribahasa, namun mempergunakan bahasa percakapan sehari-hari yang lain dari bahasa hikayat sastra lama.
  • Alur roman sebagian besar alur lurus, ada juga yang mempergunakan alur sorot balik, tetapi sedikit misalnya Azab dan Sengsara
  • Banyak digresi, yaitu banyak sisipan-sisipan peristiwa yang tidak langsung berhubungan dengan inti cerita, seperti uraian adat, dongeng-dongeng, syair, dan pantun nasihat
  • Bercorak romantis melarikan diri dari masalah kehidupan sehari-hari yang menekan
  • Bermasalah adat, terutama masalah adat kawin paksa, permaduan, dan sebagainya
  • Cerita bermain di zaman sekarang, bukan di tempat dan zaman antah-berantah, dan cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan, masalah masih bersifat kedaerahan
  • Pada awalnya, pengarang didominasi oleh orang Sumatra. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda tahun 1928, muncul pengarang-pengarang dari daerah

Salah satu karya sastra yang menonjol pada masa Balai Pustaka adalah AZAB DAN SENGSARA karya Merari Siregar


Sinopsis
Persahabatan Aminuddin dan Mariamin terjalin semenjak masa kanak-kanak. Menginjak remaja, hubungan keduanya beranjak menjadi hubungan percintaan. Aminuddin hendak mempersunting Mariamin. Ia mengutarakan niatnya pada kedua orang tuanya. Ibunya tidak keberatan, sebab ayah Mariamin, Sutan Baringin, adalah kakak kandungnya. 

Namun, ayah Aminuddin, Baginda Diatas berpandangan berbeda. Mariamin tak layak untuk menikah dengan putranya. Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani di daerah Sipirok ia merasa derajat sosialnya akan direndahkan apabila anaknya menikah dengan anak dari almarhum Sutan Baringin; bangsawan kaya raya yang jatuh miskin akibat boros dan serakah. Baginda Diatas menginginkan anaknya menikah dengan anak bangsawan kaya yang terhormat. Ia pun menyusun siasat untuk menggagalkan pernikahan Aminuddin dengan Mariamin dengan melibatkan seorang dukun.

Baginda Diatas mengajak istrinya menemui dukun itu untuk meminta pertimbangan atas peruntungan anaknya kelak jika menikah dengan Mariamin. Dukun yang sebelumnya telah dibayar untuk menjalankan siasat Baginda Diatas itu meramalkan jika Aminuddin menikah dengan Mariamin maka hidupnya tidak akan bahagia. Istrinya pun termakan ramalan palsu itu. Mereka membatalkan niat untuk menikahkan anaknya dengan Mariamin. Sebagai ganti, mereka meminang anak gadis dari keluarga kaya yang sederajat kebangsawanan dan kekayaannya dengan baginda Diatas.

Aminuddin yang telah bekerja sebagai pegawai rendah di Medan begitu berbunga-bunga hatinya, ketika sebuah telegram dari ayahnya sampai kepadanya. Ayahnya menjanjikan akan mengantar calon istrinya ke Medan. Namun, betapa kecewa ketika mendapati calon istri yang diantarkan oleh ayahnya bukan Mariamin. Kepatuhan pada orang tua yang membuat Aminuddin tiada mungkin menolak pernikahannya dengan gadis itu. Dengan hati luka, Aminuddin mengabari Mariamin melalui surat. Mariamin menerima surat itu dengan perasaan kecewa. Menerima kenyataan bahwa Aminuddin memilih untuk menerima gadis pilihan orangtuanya.

Satu tahun setelah itu, ibu Mariamin menjodohkan anaknya dengan Kasibun, lelaki yang mengaku bekerja sebagai kerani di Medan. Ibunya berharap, pernikahan anaknya akan mengurangi beban penderitaan mereka. Belakangan barulah diketahui Kasibun ternyata telah beristri dan menceraikan istrinya untuk menikahi Mariamin. Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Dan penderitaan pun kian karib dengan Mariamin. Kasibun memiliki penyakit kelamin. Sebab itu Mariamin sering menghindar ketika diajak berhubungan intim. Pertengkaran demi pertengkaran tak dapat lagi dihindarkan. Kasibun tak segan main tangan kepada istrinya.

Suatu ketika, Aminuddin yang bertandang ke rumah Kasibun, dengan tiada disengaja berjumpa dengan Mariamin. Pertemuan yang sesungguhnya berlangsung secara wajar antara kekasih lama itu membangkitkan cemburu di hati Kasibun. Lelaki itu menghajar Mariamin sejadi-jadinya. Kesabaran Mariamin yang telah melampaui batas, membawa langkah perempuan itu ke kantor polisi. Ia melaporkan perangai buruk suaminya pada polisi. Dan polisi pun kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda sekaligus memutuskan tali perkawinannya dengan Mariamin.

Mariamin yang telah menjanda kembali ke kampung halamannya di Sipirok. Dan kematian menyempurnakan penderitaannya. “Azab dan sengsara dunia ini telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad yang kasar itu.”

2 komentar :

Post a Comment

 
;